BEKASI, Garuda News Nusantara - Masalah Fasilitas Sosal (Fasos) dan Fasilitas Umum (Fasum) yang berasal dari kewajiban pengembang sudah sangat mengkhawatirkan di berbagai daerah termasuk di Kab Bekasi. Demikian diungkapkan R.Meggi Brotodihardjo, Pengamat Kebijakan Publik Bekasi.
Hal ini disebabkan banyaknya pengembang yang tidak mematuhi kewajibannya, sementara Pemda Kab. Bekasi terkesan lamban dan cenderung tidak sigap menyikapinya. Padahal, kewajiban itu sudah sangat jelas diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2009, tentang Pedoman Penyerahan Sarana-Prasarana dan Utilitas Perumahan dan Permukiman di daerah. Prinsip penyerahannya juga jelas diatur pada Pasal 3, Keterbukaan agar masyarakat mengetahuinya, Akuntabilitas, Kepastian Hukum , Keberpihakan dan Sustainable (Berkelanjutan). Sementara itu pada pasal 25 Ayat 1, diatur juga dengan jelas tentang pembiayaan pemeliharaan Prasarana-Sarana, sebelum diserahkan, adalah menjadi tanggung jawab pengembang.
Adanya rencana menerbitkan Peraturan Bupati (Perbup) Bekasi untuk mengatasi persoalan dengan BPK-RI dalam hal penganggaran perbaikan jalan di perumahan-perumahan yang diakui Pemda Kab Bekasi sebagai Fasos/Fasum yang belum diserahkan pengembang, adalah justru sangat bertentangan dengan Permendagri Nomor 9 tahun 2009 dan sekaligus menyepelekan pesan Presiden RI Joko Widodo pada Rakornas Indonesia Maju 13 November 2019 , “Jangan Banyak-banyak Buat Pebup, Bupati !, STOP Bikin Perbup, Ruwet !, Disitu ada apa-apanya saya juga ngerti”, tegas Meggi.
Selanjutnya, Meggi menduga ada yang tidak beres dalam pengelolaan fasos fasum oleh Pemda Kab. Bekasi yang diduga akibat tidak terintegrasinya dengan baik antara dinas terkait, sehingga sangat mungkin terjadi berbagai penyelewengan. Hal itu sekaligus menkonfirmasi Lemahnya Pengawasan, Lemahnya Penegakan Hukum, Rendahnya Akuntabilitas, Minimnya Keberpihakan kepada masyarakat serta Unsustainable, oleh Pemda Kab.Bekasi.
“Upaya peningkatan akuntabilitas dan transparansi pengelolaan keuangan daerah tidak dapat dilakukan tanpa pembenahan pengelolaan asset/barang milik daerah”, tegas Meggi ,Senior Consultant The Economist and Social Intelligence.
Asset/barang milik daerah sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pelaksanaan Pengelolaan Barang Milik Daerah, merupakan salah satu alat penyelenggaraan roda pemerintahan guna mendukung pelayanan masyarakat/stakeholder. Ironisnya, walaupun memegang peranan penting, seringkali asset tidak dikelola secara transparan dan akuntabel. Padahal penatausahaan dan pelaporan asset sangat berarti bagi kewajaran laporan keuangan.
Permasalahannya adalah bagaimana hasil kegiatan penertiban asset/ barang milik daerah dan pengaruhnya terhadap kewajaran nilai aset tetap yang disajikan dalam laporan keuangan? “Penyajian yang baik dalam laporan keuangan menunjukkan akuntabilitas pengelolaan barang milik daerah”. Pertanggung jawaban pemerintah daerah dalam laporan keuangan tersebut setiap tahun akan diperiksa Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) kemudian diberikan opini.
Oleh karena itu diharapkan agar BPK, KPK , Mendagri, Gubernur, serta seluruh pihak terkait termasuk stake holder agar bersama-sama segera membereskan berbagai permasalahan itu sehingga tidak berlarut-larut, bahkan sangat mungkin saat ini telah terjadi hilangnya banyak asset daerah yang berasal dari Fasos-Fasum serta sudah beralih fungsi maupun kepemilikannya.
Berkaitan dengan permasalahan tersebut, Meggi merekomendasikan Kepada Pemda Kab Bekasi untuk melihat permasalahan itu secara komprehensif sehingga dapat segera menyelesaikannya serta harus mendapat dukungan dari instansi terkait dengan segera membentuk Tim Terpadu Pengamanan Asset Daerah, yang bertugas meliputi pendataan asset, penagihan terhadap pengembang bermasalah dan pengamanan asset serta dokumentasi asset. Adapun instansi terkait yang diminta bantuannya untuk mendukung kegiatan tersebut adalah Kantor BPN, Kajari, Kapolres serta stakeholder yang mengetahui masalah tersebut.
Demikian pula halnya dengan asset Tanah Kas Desa (TKD) yang diduga sudah banyak beralih kepemilikan, fungsi , tidak jelas letaknya, serta dikelola tidak transparan dan tidak akuntabel. Akhirnya, Semoga itu dilakukan demi tahapan menuju “Bekasi Baru Bekasi Bersih” niscaya tercapai, pungkas R.Meggi Brotodihardjo, mantan Tim Perumus Visi-Misi Kab.Bekasi. (Pas/Red)
Hal ini disebabkan banyaknya pengembang yang tidak mematuhi kewajibannya, sementara Pemda Kab. Bekasi terkesan lamban dan cenderung tidak sigap menyikapinya. Padahal, kewajiban itu sudah sangat jelas diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2009, tentang Pedoman Penyerahan Sarana-Prasarana dan Utilitas Perumahan dan Permukiman di daerah. Prinsip penyerahannya juga jelas diatur pada Pasal 3, Keterbukaan agar masyarakat mengetahuinya, Akuntabilitas, Kepastian Hukum , Keberpihakan dan Sustainable (Berkelanjutan). Sementara itu pada pasal 25 Ayat 1, diatur juga dengan jelas tentang pembiayaan pemeliharaan Prasarana-Sarana, sebelum diserahkan, adalah menjadi tanggung jawab pengembang.
Adanya rencana menerbitkan Peraturan Bupati (Perbup) Bekasi untuk mengatasi persoalan dengan BPK-RI dalam hal penganggaran perbaikan jalan di perumahan-perumahan yang diakui Pemda Kab Bekasi sebagai Fasos/Fasum yang belum diserahkan pengembang, adalah justru sangat bertentangan dengan Permendagri Nomor 9 tahun 2009 dan sekaligus menyepelekan pesan Presiden RI Joko Widodo pada Rakornas Indonesia Maju 13 November 2019 , “Jangan Banyak-banyak Buat Pebup, Bupati !, STOP Bikin Perbup, Ruwet !, Disitu ada apa-apanya saya juga ngerti”, tegas Meggi.
Selanjutnya, Meggi menduga ada yang tidak beres dalam pengelolaan fasos fasum oleh Pemda Kab. Bekasi yang diduga akibat tidak terintegrasinya dengan baik antara dinas terkait, sehingga sangat mungkin terjadi berbagai penyelewengan. Hal itu sekaligus menkonfirmasi Lemahnya Pengawasan, Lemahnya Penegakan Hukum, Rendahnya Akuntabilitas, Minimnya Keberpihakan kepada masyarakat serta Unsustainable, oleh Pemda Kab.Bekasi.
“Upaya peningkatan akuntabilitas dan transparansi pengelolaan keuangan daerah tidak dapat dilakukan tanpa pembenahan pengelolaan asset/barang milik daerah”, tegas Meggi ,Senior Consultant The Economist and Social Intelligence.
Asset/barang milik daerah sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pelaksanaan Pengelolaan Barang Milik Daerah, merupakan salah satu alat penyelenggaraan roda pemerintahan guna mendukung pelayanan masyarakat/stakeholder. Ironisnya, walaupun memegang peranan penting, seringkali asset tidak dikelola secara transparan dan akuntabel. Padahal penatausahaan dan pelaporan asset sangat berarti bagi kewajaran laporan keuangan.
Permasalahannya adalah bagaimana hasil kegiatan penertiban asset/ barang milik daerah dan pengaruhnya terhadap kewajaran nilai aset tetap yang disajikan dalam laporan keuangan? “Penyajian yang baik dalam laporan keuangan menunjukkan akuntabilitas pengelolaan barang milik daerah”. Pertanggung jawaban pemerintah daerah dalam laporan keuangan tersebut setiap tahun akan diperiksa Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) kemudian diberikan opini.
Oleh karena itu diharapkan agar BPK, KPK , Mendagri, Gubernur, serta seluruh pihak terkait termasuk stake holder agar bersama-sama segera membereskan berbagai permasalahan itu sehingga tidak berlarut-larut, bahkan sangat mungkin saat ini telah terjadi hilangnya banyak asset daerah yang berasal dari Fasos-Fasum serta sudah beralih fungsi maupun kepemilikannya.
Berkaitan dengan permasalahan tersebut, Meggi merekomendasikan Kepada Pemda Kab Bekasi untuk melihat permasalahan itu secara komprehensif sehingga dapat segera menyelesaikannya serta harus mendapat dukungan dari instansi terkait dengan segera membentuk Tim Terpadu Pengamanan Asset Daerah, yang bertugas meliputi pendataan asset, penagihan terhadap pengembang bermasalah dan pengamanan asset serta dokumentasi asset. Adapun instansi terkait yang diminta bantuannya untuk mendukung kegiatan tersebut adalah Kantor BPN, Kajari, Kapolres serta stakeholder yang mengetahui masalah tersebut.
Demikian pula halnya dengan asset Tanah Kas Desa (TKD) yang diduga sudah banyak beralih kepemilikan, fungsi , tidak jelas letaknya, serta dikelola tidak transparan dan tidak akuntabel. Akhirnya, Semoga itu dilakukan demi tahapan menuju “Bekasi Baru Bekasi Bersih” niscaya tercapai, pungkas R.Meggi Brotodihardjo, mantan Tim Perumus Visi-Misi Kab.Bekasi. (Pas/Red)
COMMENTS