SAMOSIR, garudanusantara.id - Tujuh NGO di Sumatera Utara yang tergabung dalam Jaringan Advokasi Masyarakat Sipil Sumatera Utara (JAMSU) BAKUMSU, BITRA, KSPPM, Petrasa, YAK, YDPK, YAPIDI menggelar Seminar di Aula Kantor Bupati Samosir, Rianiate Kabupaten Samosir, Selasa (5/4/2022).
Seminar yang mengangkat tema "Kebijakan Pembangunan di Kawasan Danau Toba terhadap Ekologi dan Pemenuhan Hak-Hak Ekosob Masyarakat" ini dihadiri oleh Asisten III Pemkab Samosir, Waston Simbolon yang sekaligus membuka kegiatan tersebut. Tampak hadir juga Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, Tetti Naibaho, Perwakilan dari Bappeda Kabupaten Samosir Yanti Ompusunggu dan Rikardo Simbolon, Kabag Pembangunan Kabupaten Dairi dan Dosen Universitas HKBP Nomensen Medan, Dr. Dimpos Manalu sebagai penanggap dari hasil riset. Selain itu, masyarakat dari sekitar kawasan Danau Toba, seperti Kabupaten Tapanuli Utara, Toba, Samosir, Karo, Dairi hadir sebagai peserta seminar.
Seminar ini dilakukan sebagai sarana diseminasi hasil riset yang telah dilakukan oleh JAMSU di 6 (enam) wilayah di Sumut seperti di desa Buntu Mauli kabupaten Samosir, Desa Huta Ginjang kabupaten Tapanuli Utara, desa Sibolangit dan Pangambatan kabupaten Karo, Desa Nagori Sait Buttu kabupaten Simalungun, desa Silalahi kec. Silahisabungan. Kegiatan seminar ini dimoderatori oleh Lesmawati Perangin-angin dari Yayasan Ate Keleng.
Sementara hasil riset 7 NGO ini disampaikan oleh Duat Sihombing mewakili wilayah kabupaten Dairi dan Angela Manihuruk mewakili wilayah kabupaten Samosir. Selanjutnya temuan secara umum di 6 wilayah riset yang dirangkum oleh Juniaty Aritonang mewakili JAMSU.
Juniaty Aritonang menuturkan bahwa hasil riset yang dikerjakan sekitar satu tahun terakhir oleh tim riset menghasilkan 6 temuan. Adapaun keenam temuan tersebut yakni ancaman atas kerusakan mata pencaharian sistem lokal; ancaman pengabaian atas sistem adat, potensi konflik dan marginalisasi; ancaman atas peningkatan krisis ekologis air dan potensi bencana ekologis lainnya; ancaman pergeseran dan peluruhan budaya lokal serta ancaman pergeseran dan peluruhan budaya local dan penyimpangan peraturan dalam implementasinya. Menurut tim riset, hal ini perlu menjadi pertimbangan pemerintah kabupaten dalam mengembangkan aspek pariwisata di kabupaten mereka. Sekaligus menjadi sarana evaluasi kebijakan pembangunan pariwisata yang sedang menjadi salah satu sasaran dalam pengembangan daerah.
Lebih lanjut ditambahkan Juniaty Aritonang, "melalui seminar ini harapannya menjadi bekal informasi kepada Pemerintah Kabupaten untuk mengubah paradigma membangun pariwisata yang berbasis industri dengan yang berbasis kerifan lokal. Masyarakat harus menjadi subjek utama yang dilibatkan dalam setiap pembangunan terkhusus pariwisata. Agar pembangunan ke depannya tidak lagi menghancurkan ekologi Danau Toba dan menghilangkan hak ekonomi, sosial dan budaya masyarakat setempat,” tutup Juniaty.
Diakhir seminar JAMSU meminta kepada pemkab di sekitaran Kawasan Danau Toba untuk memastikan seluruh proses pembangunan Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) di Kawasan Danau Toba menghormati prinsip adat dan budaya lokal termasuk sistem tenurial atas tanah dan Sumber Daya Alam.
Terpisah saat di hubungi jurnalis garudanusantara.id terkait tanggapan atas seminar yang telah berlangsung, Yanti Ompusunggu Perwakilan dari Bappeda Kabupaten Samosir menyampaikan bahwa Pemkab Samosir sangat mendukung kegiatan Seminar ini.
"Nantinya ini juga menjadi Peran Pemerintah Kabupaten Samosir dalam Pemulihan Ekologi di Kawasan Danau Toba serta masukan agar pembangunan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Samosir maupun oleh pusat dan Provsu tetap menjaga kelestarian lingkungan kawasan Danau Toba. Harapan kita bersama adalah agar kita semua tetap menjaga kelestarian kawasan hijau di Kawasan Danau Toba, termasuk sempadan danau melalui sabuk hijau pada sempadan danau agar tidak dikuasai secara pribadi dan tetap menjadi kawasan publik bagi masyarakat luas khususnya masyarakat Samosir,” ungkap Yanti lewat pesan WhatsApp. (Manahan/Parjo)
COMMENTS