DELISERDANG, Garuda Nusantara - Saling Klaim tanah Negara seluas kurang lebih 150 hektar menjadi pemicu pertikaian antar warga hingga diduga menjadi penyebab terjadinya penganiayaan dan pembakaran rumah warga, serta pengancaman berupa kekerasan yang dilancarkan salah satu oknum Ormas. Warga menyebutkan, tujuan dari teror tersebut tak lain dan tak bukan adalah untuk menakut-nakuti warga agar meninggalkan tanah tersebut yang telah mereka kelola bertahun-tahun itu. Demikian dikemukakan warga kepada Garuda Nusantara, Kamis (13/8/2020).
Tidak sampai disitu, dikatakan warga Dusun Tanduk Benua, Desa Suka Makmur, Kecamatan Kutalimbaru, Kabupaten Deliserdang, Provinsi Sumatera Utara bahwa puncak dari ancaman itu sampai terjadi pemukulan Senin, 5 Juni 2020 sekira pukul 17.00 WIB. Segerombolan orang yang disebut-sebut Ketum salah satu ormas marga itu menghampiri dengan suara lantang, menganiaya empat orang warga tanpa ampun, yaitu berinisial nama LM, YD, AT, dan SC.
"Kami dipukuli tanpa belas kasihan pak, kami tidak kenal pelaku pemukulan hanya kami dengar disebut-sebut namanya Ketum Ormas Marga Karo. Kami hanya Petani pak hanya mengharapkan dua liter berasnya, kami dianiaya tanpa sebab sampai nangis-nangis kami dipukuli tanpa ampun," keluhnya.
Lebih lanjut warga menerangkan bahwa sudah membuat laporan tentang pembakaran rumah warga itu dan juga penganiayaan yang dialami warga serta pengancaman tersebut ke pihak yang berwajib yaitu ke Polsek Kuta Limbaru Polrestabes Medan dengan Nomor Laporan NO LP 61/K/Vl/2020/SPKT/SEK KUTALIM TGL 01/JUNI 2020.
Namun warga sangat menyayangkan, dua bulan sudah berlalu laporan warga belum ada titik terang alias jalan ditempat. “Warga menaruh harapan kepada penegak hukum agar menempatkan hukum sebagai panglima tertinggi, memberikan perlindungan kepada masyarakat serta mampu menangkap pelaku penganiayaan, penebar teror, serta pembakar rumah,” tegas warga kepada awak media.Dikonfirmasi terpisah, Kapolsek Kutalimbaru Polrestabes Medan Hendri Surbakti melalui Kanit Reskrim Rudi Sitohang mengatakan, bahwa laporan kasus pembakaran serta laporan kasus pengancaman belum cukup alat bukti, Jumat (14/8/2020).
"Kalau untuk kasus penganiayaan sudah ditetapkan tersangkanya inisial nama MB, namun kemarin sudah mau damai, nunggu waktu yang baik saja," tegasnya singkat.
Lebih lanjut dikatakan, salah satu tokoh masyarakat Pasta Surbakti menjelaskan bahwa kelompok Tani Sada Ola Reboisasi sudah mengelola lahan tanah tersebut selama kurang lebih enam tahun lamanya. “Sudah bercocok tanam disana bersama masyarakat lima puluhan Kepala keluarga (KK) lebih dan bahkan bertempat tinggal di lahan itu,” bebernya kepada awak media, Kamis (13/8/2020).
Sekedar diketahui, Kelompok Tani Kehutanan Sada Ola Reboisasi ini berdiri pada tahun 2017 dengan SK Kepala Desa Suka Makmur Nomor: 067/2001/SM/2017 ditandatangani Kepala Desa dan tercatat dalam salinan Akte Notaris Gloria Gita Putri Ginting SH Mkn dengan Akte Pendirian Kelompok Tani Sada Ola Reboisasi Nomor Akte 94. Sementara susunan pengurus diketuai Supardi Surbakti dan penasehat Marhen Tarigan beranggotakan 100 lebih petani.
Selanjutnya, pada 4 Februari 2018, kelompok tani berkirim surat kepada UPT Pengelolaan Taman Hutan Raya Bukit Barisan minta untuk memanfaatkan kawasan hutan secara maksimal, adil dan berkelanjutan dengan tetap menjaga kelestarian hutan. Pihak UPT kehutanan memberikan izin dan diketahui kerap menyerahkan bibit kepada kelompok tani untuk ditanam demi melestarikan hutan negara.
Informasi yang dihimpun awak media, PT Ira mengklaim lahan itu milik mereka dengan bukti SKT Camat atas nama Yopie Sangkot Batubara (alm). Hal ini juga dibenarkan Kepala Desa Suka Makmur karena menerima surat tembusan dari PT Ira.
Warga menceritakan, orang-orang yang suka menghadang petani di lokasi didatangkan PT Ira dengan jumlah puluhan orang menggunakan senjata tajam, sehingga warga menjadi takut dan mengalami trauma. (Ly Tnb)
COMMENTS