DELISERDANG, garudanusantara.id - Kendaraan roda empat milik Supriono (46), warga Kelurahan Jati Karya, Kecamatan Binjai Utara, Kota Binjai Sumatera Utara disita pihak pegadaian PT Ekspres Mandiri Gadai akibat telat membayar cicilan angsuran pertamanya.
Supriono merasa 'ditipu' pihak Pegadaian mobil tersebut. Dimana sebelumnya disuruh datang ke kantor PT Ekspres Mandiri Gadai yang berada di Jalan Besar Medan Tembung No 12 Tembung, untuk membayarkan angsuran pertamanya yang telah jatuh tempo.
Supriono menjelaskan, surat dokumen BPKB mobil Pick Up dengan nomor Plat BK 9952 RD miliknya ia gadaikan pada tanggal 2 September 2020 sebagai syarat jaminan. Untuk ia terima uang Rp20 juta untuk pengajuannya ke pihak Pegadaian, akan tetapi sampai di tangannya hanya menerima Rp18 juta.
Pembayaran cicilan angsuran pertamanya jatuh tempo pada tanggal 2 Oktober 2020. Namun, akibat usahanya mengalami penurunan omset, dijanjikanlah agar dibayar di akhir bulan saja. “Saya siap untuk membayar segala dendanya kalau membayarnya di akhir bulan,” ujar Supri.
Namun pada tanggal 30 Oktober 2020, mobil Supri disita pihak Pegadaian secara sepihak dan dianggap tidak sah secara hukum. "Awalnya saya disuruh ke kantor Pegadaian tersebut, lalu saya disuruh untuk duduk dan dikeluarkan surat penarikan mobil saya," ungkapnya.
Supri menambahkan, pihak Pegadaian pun meminta Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) dari tangannya berikut kunci mobil dengan alasan pihak pegadaian akan melakukan pengecekan kendaraan tersebut, dan akan dimohonkan kepada Pimpinan pegadaian untuk diberikan solusi.
Selang beberapa saat kemudian, Supri disarankan untuk menitipkan mobil di kantor Pegadaian tersebut, dan disuruh pulang naik angkot. Sadar ia telah "ditipu" mobilnya akan ditarik pihak Pegadaian. ia pun memohonkan agar diberikan solusinya. Oleh pegawai Pegadaian menyarankan agar membayar tiga bulan langsung sekaligus.
"Dua bulan bapak bayarkan, lalu satu bulan ke depan bapak lunasi lagi, jadi tiga bulan harus dilunasi,” ucap Supriono menirukan perkataan pegawai Pegadaian.
Supriono pun tak menolak, ia pun bersedia untuk membayar meskipun belum saya jalani tiga bulan asal mobil saya kembali dan usaha saya lancar kembali. Setelah di total pihak pegawai, jumlah tagihan cicilan yang akan dibayarkan berkisar Rp5.520.000 beserta uang tarik kendaraan senilai Rp600.000.
Namun anehnya, pihak pegawai Pegadaian atas nama Marbun tetap bersikeras tidak memberikan mobil miliknya, dikarenakan alasan nasabah (Supriono) sulit ditemui pihak Pegadaian sewaktu ditagih.
Hal yang diluar perkiraan, Supriono pun muncul ketika semua tanggungan angsuran cicilan yang dibebankan disepakati. Tiba-tiba bos Pegadaian menolak untuk pembayaran yang disepakati di awal. Pihak pegadaian menyarankan agar nasabahnya untuk melunasi utangnya sekaligus sesuai perjanjian utang piutang dengan tenor 24 bulan yakni berkisar Rp40.400.000.
Jika melihat isi surat penarikan unit tersebut, pantas saja Supriono enggan tidur siang dan malam. Pasalnya, tertulis bunyi di surat penarikan sebagai betikut: Bukti Penarikan kendaraan debitur dengan menuliskan nama Debitur, nama unit yang disita serta kondisi kendaraan, pada poin berikutnya disebutkan. Selanjutnya kami harapkan seluruh sita hutang angsuran yang ada dapat diselesaikan di kantor kami selambatnya 7 hari dari tanggal saat dilakukan penarikan kendaraan ini. Dan bilamana dalam jangka waktu tersebut tidak diselesaikan maka untuk melanjutkan angsuran dan Hak sewa beli secara otomatis gugur demi hukum, bunyi dari tulisan surat sita.
Berangkat dari keluhan masyarakat tersebut, sejumlah awak media cetak/online mengkonfirmasi langsung kepada pihak PT Ekspres Mandiri Gadai. Pimpinan Pegadaian Sihaloho mengatakan, bahwa konsumen atas nama Supriono tidak mampu membayar angsuran pertamanya dan dia datang kemari menyerahkan mobilnya.
Disinggung terkait itikad baik Supriono yang membayar tiga bulan plus biaya uang tarik Rp600 ribu beserta dendanya, kenapa ditolak pihak Pegadaian? Dan dipaksakan membayar lunas keseluruhan cicilan sebesar Rp40.400.000?
Pihak Pegadaian pun mengatakan agar konsumen mengajukan permohonan saja. “Pertanyaan wartawan tidak cocok dipertanyakan untuk perusahaan, karena itu pertanyaan konsumen,” ujarnya.
Masih menyisakan tanda tanya besar buat masyarakat, dimana baru-baru ini digaungkan Mahkamah Konstitusi (MK), UU Fidusia terbaru yaitu: "Penerima hak fidusia (kreditur) tidak boleh melakukan eksekusi sendiri melainkan harus mengajukan permohonan pelaksanaan eksekusi kepada pengadilan negeri," demikian bunyi Putusan MK Nomor 18/PUU-XVII/2019 tertanggal 6 Januari 2020. (Ly Tinambunan)
COMMENTS